Thursday, September 19, 2013

A Whistle

“Oke, guys! Aku disini mau mempromosikan ekskul basket. Buat anak cowok yang mau daftar ikut ekskul basket, silahkan ke kak Rere,” kata Rose sambil memperkenalkan Rere yang berada disampingnya, “buat anak cewek yang mau daftar juga, bisa langsung aku catat namanya sekarang,” lanjutnya.
             Rose mulai merapikan lembaran kertas dan siap untuk mencatat. Namun justru beberapa cowok malah berbaris rapi di depannya.
            “Yang cowok silakan daftarin namanya ke kak Rere, Ok?” kata Rose sambil menunjuk Rere.
            “Kok diem aja sih? Yang cowok daftarin ke kak Rere disana! Is that clear?” ujar Rose dengan nada lebih keras.
            “Kami maunya daftar di kak Rose aja,” kata cowok sipit yang berjambul.
            “Oke, oke. Kalau gitu yang cewek silakan daftar di kak Rere. Biar yang cowok daftar di aku aja,” kata Rose pasrah.
            “Nama kamu?” Rose bersiap mencatat, tapi seseorang di depannya tak menjawab.
Rose yang semula menatap lembaran akhirnya mengangkat kepalanya dan  menatap cowok sipit yang berdiri di depannya.
            “Hey, nama kamu?” ujar Rose.
            Ia tersenyum menatap Rose, “Kenneth, Kak!”
            Rose menulis namanya, dan bertanya lagi, “Nama panjangmu?”
            Dia memberikan sebuah kertas pada Rose yang bertuliskan, “Boleh minta pin BB-nya?
            “Sorry, pin BB itu privasi,” jawab Rose ketus.
            “Tapi kak…”
            “Silakan minggir, biar aku nyatet temen kamu yang lain.”
            “Kita man to man aja!” tawar Kenneth.
“Ogah!”
“ Kalau kakak kalah, kakak bakal ngasih pin bbnya ke aku.”
Rose terdiam memandang Kenneth.
“Gimana? Mau kan? Pasti mau ah,” paksa Kenneth.
            “Tapi kalau kamu kalah, tolong perbaiki sikap kamu!”
            “Ok! Bisa diatur!” Kenneth mengangguk.
            “Ok. Deal! Tapi tunggu aku selesai nyatet nama temen kamu yang mau ikut basket dulu,” jawab Rose enteng.
            Setelah pekerjaannya selesai, Rose berjalan keluar kelas dan mengambil jersey basket yang berada di loker. Untungnya, tiap sekolah ia selalu memakai sepatu basket yang bertipe low, jadi cukup dengan sepatu ini, cewek manis itu akan melawan adek kelasnya.
            Para murid kelas X-1 datang untuk menyaksikan pertandingan yang agak kurang penting itu. Mereka ingin tahu siapa yang akan memenangkan pertandingan ini, teman sekelas mereka, Kenneth, atau kakak kelas mereka, Rose.
Ditengah keramaian itu Rose mendekati Kenneth dan berkata, “Well, peraturannya, yang pertama jangan nyuri kesempatan buat nyentuh-nyentuh aku. Kedua, pemain yang lebih dulu masukin bola 3 kali, dia yang menang. Dan ketiga, sebagai cowok, kamu harus ngalah dan ngebiarin aku memulai offense duluan. Setuju?”
            “Setuju!  Tapi mending kak Rose nyerah aja deh,” Kenneth tertawa kecil.
            “Just shut up! And let see! Tapi, check ball dulu,” Rose memberikan bola pada Kenneth dan ia mengumpan balik bola basket itu pada Rose.
            “Kayaknya kakak nggak bakal bisa offense ngelewatin aku,” Kenneth menyombong sambil membenarkan kerah seragamnya.
            “SLEBBBBB!!” tembakan 3 point Rose pun masuk.
            Kenneth memandang bola yang dengan mulusnya masuk ke ring, lalu ia kembali memandang Rose.
            “Satu kosong! Mungkin aku nggak bisa ngelewatin kamu, tapi bola ini bisa,” kata Rose tersenyum.
            “Oh gitu! Oke sekarang giliran aku!” Kenneth menghela napas.
Ia mulai mendribel bola.
“Lihat ini!” Kenneth menembak bola namun sayangnya bola itu hanya membentur sisi kanan ring basket dan memantul ke luar.
Rose  tertawa kecil.
            “Duh, dek. Masukin bola aja nggak bisa, apalagi masuk ke pelaminan?” tawa Rose meledak.
            Kenneth hanya menggaruk-garuk kepalanya karena kesal dengan kegagalannnya.
“Sekarang aku yang offense. Tolong dijaga dengan ketat ya adik kelas yang ngeselin,” balas Rose.
Rose mendribel bola ke arah kiri. Kenneth mengikuti gerakan Rose dan menjaganya dengan baik. Rose berganti arah, ia mendribel bola ke sisi kanan. Kenneth mampu mengikuti dengan seksama. Rose kembali lagi ke sisi kiri lalu melakukan crossover ke kanan dan lay-up.
 Bola masuk! Kedudukan 2-0!
“Nih, giliran kamu! Bolanya jangan disia-siain. Inget ya, ini bola, bukan mantan kamu,” kata Rose sambil mengoper bola pada Kenneth.
“Bawel ah, aku pacarin juga nih kamu!”
Kenneth berlari ke sisi kanan, namun dengan sigap Rose mampu merebut bola sehingga bola itu menggelinding bebas. Ia mengambil bola dan melakukan tembakan 2 point.
“Well, uda 3-0. Nggak usah sok genit, dan jaga perilaku kamu!” kata Rose kalem sambil mengambil air minumnya di pinggir lapangan.
Kenneth tersenyum, ia menghampiri Rose sambil mendribel bola.
“Kak,” kata Kenneth.
“Apalagi?”
“Ngh… anu kak.”
“Apaan?”
“Sebenernya peluit pertandingannya tadi belum dibunyiin. Tuh kak Rere wasitnya, dia jadi nganggur daritadi kan. So, pertandingan tadi belum sah. Kalau kita man to man lagi, mau?”
Rose tersedak.