Wednesday, February 26, 2014

Proses Seumur Hidup

Di suatu sore yang cerah di lapangan basket yang tak jauh dari rumahnya, dengan senang hati, Kenneth mengikat tali sepatunya dan bersiap mendapatkan latihan shoot dari ayahnya. Kenneth sangat antusias dengan latihannya, ia ingin suatu saat bisa sehebat Kobe Bryant. Namun ayahnya malah memberikan bola basket yang kempes yang bahkan tidak bisa di-dribel.
Kenneth mengingatkan ayahnya bahwa ia masih berumur 12 dan bertanya kenapa ayahnya mulai mengajarkan dia seolah-olah Kenneth adalah pemain professional. Ayah menjawab, “Kalau dimulai dengan hal yang gampang-gampang saja, kamu tidak akan siap untuk tantangan-tantangan yang besar. Yang terbaik adalah jika langsung mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang kira-kira akan kamu temui di jalan.”
Lama sekali Kenneth tidak bisa menembak bola basket dengan semestinya, sampai beberapa hari kemudian, ayahnya mengajari fundamental, hal-hal dasar tentang bagaimana posisi badan saat bersiap untuk menembak bola. Dan tiba-tiba semuanya menjadi mudah.
Kenneth bertanya-tanya akan mengapa ayahnya menunggu lama sekali sebelum membetulkan cara Kenneth menembak. Ayah tersenyum dan berkata, “Kalau sejak awal kamu sudah kuajari bagaimana cara menembak yang betul, kau akan menganggap latihan itu tidak penting. Sekarang kamu akan percaya ucapan ayah dan berlatih dengan sungguh-sungguh. Begitulah guru-guru yang baik mengajari muridnya.”
Melepaskan tembakan kearah ring terjadi secara naluriah, tapi mulanya kita harus mengenal tekniknya, pernapasan, insting dan sasaran lingkaran secara mendalam, lalu dengan berjuta kali pengulangan bisa membuat gerakan yang sempurna.
Hal yang terlihat mudah tak selalu mudah jika ingin benar-benar kita kuasai sepenuhnya. Beberapa kali ayah meyakinkan Kenneth bahwa sehari, dua hari, 6 bulan atau 2 tahun tidaklah cukup untuk memoles kemampuannya. Dan meski 10 tahun mendatang, di suatu malam  di ruang televisi, saat sang ayah menonton Kenneth muncul di kotak ajaib sebagai pemain profesional; setelah pertandingan besar itu selesai, Kenneth akan tetap berlatih memperbaiki tembakannya. Sebab ia tahu, belajar ialah proses seumur hidup.


Inspired by the short story in the Paulo Coelho's book; Like The Flowing River.