Pada hari Kamis, tepatnya pada tangga 15 Mei, saya dan
beberapa kawanan paus biru, badak, dan anjing laut akan berlibur ke Pulau yang
berada di sebelah utara Jawa Timur, yakni Pulau Bawean. Pada pukul 8 pagi, kami
sudah berkumpul di pelabuhan Gresik untuk menuju ke Pulau Bawean dengan menaiki
kapal. Perjalanan selama 4 jam kami tempuh, seharusnya 3 jam, namun gelombang
laut Jawa yang agak sensi memperlambat waktu tujuan kami.
Yap, kami serombongan telah sampai ke Pulau Bawean, atau
yang biasa disebut dengan Pulau Putri. Saat di pelabuhan Bawean saja mata saya
sudah terbelalak karena air lautnya yang biru, dan Pulau Bawean yang
dikelilingi oleh bukit-bukit. Salah kostum ini sih, hawa di Pulau Bawean
ternyata lumayan dingin karena pengaruh sejuknya bukit-bukit yang rindang dan
masih asri. Padahal ngiranya disini hawanya bakal panas banget, eh ternyata salah.
Di Pulau Bawean, kami menginap di rumah kak Gasa. Sajian
makanannya enak banget, dari ikan bakar, kepiting, olahan ikan, bahkan sambel
terasinya membuat saya selalu nambah. Untuk orang yang doyan makan seperti
saya, Bawean adalah destinasi wisata yang membuat saya tak perlu khawatir akan
urusan perut!
Setelah makan siang, kami menuju pelabuhan untuk menunggu klothok (perahu kecil yang digunakan
nelayan melaut, bisa menampung 20-an orang). Perjalanan di atas klothok kami
gunakan untuk memotret pemandang di sekamir pulau yang mahadewi ini. Fyi, di
Bawean saya jarang selfie, soalnya masih terpesona sama keindahan alam disini,
mendingan motret pemandangan daripada selfie, because selfie is for the weak.
PrĂȘt.
Kami tidak bisa menuju ke Pulau Selayar karena air laut
terlalu dangkal, sedangkan untuk berjalan ke pulau Selayar pun terlalu jauh.
Maka kami skip tujuan kami, lalu kami menuju Pulau Noko Selayar. Pulau Noko
Selayar adalah Pulau kecil yang hanya terdiri dari hamparan pasir putih yang
berada di dekat Pulau Selayar. Maka disini, setelah kami puas memotret
keindahan Pulau Noko Selayar, mari berfoto!
Maunya sih nunggu sunset, apalah daya mendung. Tapi untungnya,
kami disambut oleh pelangi di suatu sudut laut Jawa. Uapik tenan!
Sudah-sudah. Waktunya pulang.
Di hari kedua kami di Pulau Bawean, kami harus bangun pagi
untuk mengejar sunrise di Jherat Lanjheng. Btw selama disini, kami selalu
memakai sepeda motor karena hanya alat transportasi inilah yang bisa
mengantarkan kami menembus jalanan sempit yang menanjak dan berlumpur.
Lagi-lagi kami disambut oleh pagi yang mendung. Meski
mendung, langitnya tetap apik! Komposisi warna kuning dan kumpulan awan tak
henti-hentinya membuat saya memuji pulau ini.
Setelah dari Jherat Lanjheng, kami kembali ke penginapan
untuk sarapan sebelum meneruskan perjalanan menuju Air Terjun Laccar. Kak Gasa
mengingatkan kami untuk makan dengan lahap, karena perjalanan menuju Air Terjun
Laccar sangat menguras energy. Tenang aja kak, gak perlu diingatkan buat makan
banyak juga saya tetep aja makan mulu.
Memang benar sih, jalan di Air Terjun Laccar sangat terjal,
batu-batuan licin berulang kali membuat kami harus waspada dalam melangkah.
Tapi semuanya terbayar dengan keindahan Air Terjun ini.
Perjalanan selanjutnya ialah menuju Tanjung Ghe’eng. Ini
adalah tempat favorit saya. Kami menaiki Klothok dan menuju pantai di sebelah
Tanjung Ghe’eng. Berasa pantai privat, gak ada orang sama sekali. Etapi
sepertinya semua pantai disini juga gak ada orangnya, mau selfie mau wefie mau
galau juga asik.
Ok lanjut ke Tanjung Ghe’eng, teman saya, Sandi dan Arif
akan melakukan atraksi melompat dari ketinggian 10 meter. Saya sih gak ikutan
lompat, tar malah tsunami.
Kemudian kami menyempatkan diri menuju Desa Dekat Agung.
Sunsetnya dewa!
Tibalah hari ketiga di Pulau Bawean. Tujuan kami hari ini
adalah menuju ke Danau Kastoba dan Pulau Gili. Danau Kastoba kami tempuh dengan
1 jam mengendarai motor, dan yang paling ngenes adalah jalan kaki setapak
menuju Danau. Yaealah, kayak jalan menuju pelaminan, naik turun. Untuk gajah
Zimbabwe seperti saya, jalan ke Danau Kastoba ini bikin badan saya turun 2kilo.
Gak berani berenang disini sih, agak mistis gimana gitu. Dan
katanya danau ini terbentuk dari sumber air yang gak pernah abis dan yang bukan
orang Bawean gak boleh berenang disini. Katanya lho, katanya.
Abis dari Danau Kastoba, kami menuju ke lapangan terbang
Bawean yang dari zaman saya jelek, jadi cakep, trus jelek lagi eh lapangan
terbang ini pun belum juga bisa beroperasi.
Sudah sore, tibalah saatnya menyebrang ke Pulau Gili karena
mala mini kami akan menginap di rumah warga. Baru tiba di Pulau Gili, kami
disambut puluhan anak kecil. Bayangin cobak gimana serunya keliling Pulau Gili
ditemani oleh anak kecil yang super duper rame. Sumpah, ini yang bikin kangen!
Selama di Pulau Gili, kami di temani oleh Kak Tika, pengajar
muda alumni UI yang ditugaskan di Pulau Gili, Bawean. Kami diajak berkeliling
ke bukit untuk melihat Pulau Noko Gili dari atas.
Ini waktu yang saya nanti, yakni ke Pulau Noko Gili. Untuk
menuju pulau ini kami gak perlu naik perahu, cukup menunggu sore hari ketika air
surut, lalu kami bisa berjalan kaki diatas hamparan pasir putih menuju Noko
Gili. Berasa seperti di Jeju Island.
Tiba saatnya kembali ke rumah warga, kami menginap di rumah
warga. Dan dengan antusiasnya warga mengajak kami untuk berpesta bakar ikan.
Huwow! Saya selalu suka makan-makan! Oh iya, disini listriknya hanya menyala
pada jam 6 sampai jam 10 malam. Pada jam segitu, kami memanfaatkan waktu buat
ngecharge segala gadget.
Setelah makan-makan, tepat jam 11 malam kami berkeliling
pulau untuk motret stratrail atau milky way. tapi sayang, lagi-lagi mendung.
Jadi kami kembali ke rumah pada jam 12 malam.
Esok harinya, yakni hari keempat kami di Pulau Gili, kami
harus kembali ke Pulau Bawean karena hari ini kami harus pulang. Sedih. Sedih
sekali. Rasanya empat hari adalah waktu yang terlalu singkat untuk singgah di
Pulau ini. Semoga suatu saat saya kembali lagi disini. Semoga.
No comments:
Post a Comment