Latihan
pertama tidaklah selalu mudah. Di lapangan basket hari ini, hampir semuanya memandang
ke bawah, sambil menggerakkan kaki mereka, namun angan mereka berkelana
memikirkan siapa nantinya yang akan menjadi yang terhebat, dan siapa yang
nantinya akan duduk di bangku cadangan. Lalu sesekali anak-anak baru itu
melihat sekeliling, menghafal wajah teman yang baru mereka kenal, teman yang
nantinya akan menjadi kawan, atau bisa saja diam-diam menjadi lawan. Yang
mereka tahu hanyalah; dunia ini keras, mereka tidak hanya bersaing dengan
orang-orang di sekitar mereka, bahkan persaingan dipersempit, yakni dengan diri
mereka sendiri.
Coach
Nate berdiri di hadapan puluhan murid baru, “Siapa yang ingin menembak tiga
angka terlebih dahulu?”
Tak ada
yang menawarkan diri.
“Tak
ada yang mau?”
“Hei, Kamu! Kemarilah! Siapa
namamu?” tunjuk Coach Nate pada seorang murid berbadan besar yang berdiri di barisan
akhir.
“Kenneth,
Coach!” ia berjalan ke samping Coach Nate.
“Baiklah,
sekarang tembak bola ini dari garis three point,” Coach Nate memberikan bola
pada Kenneth.
“Tapi aku
bukan shooter.”
“Mulai
sekarang kau adalah shooter.”
“Tapi
aku tak pernah menembak sejauh ini,” eluh Kenneth.
“Maka
tembaklah!”
“Aku
tidak bisa, Coach. Terakhir kali pelatihku dulu berkata bahwa aku tak akan bisa
menembak, aku tak ada nilainya jika berada disini, tempatku di bawah ring. Aku center.”
Coach
Nate mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari sakunya dan mengangkatnya ke
atas.
“Siapa
yang menginginkan uang ini?” tanya Coach Nate.
Semua
murid murid mengangkat tangannya.
“Sebelum
saya memberikan uang ini pada salah satu diantara kalian, saya ingin melakukan
sesuatu.”
Dia
meremas-remas selembar uang itu dan berkata, “Siapa yang menginginkan uang ini?”
Tangan-tangan
kembali teracung.
“Dan
bagaimana jika saya melakukan ini?”
Coach
Nate melempar uang yang sudah kucal tersebut ke lantai, dan setelah uang itu
jatuh, ia menginjak-injaknya, kemudian sekali lagi Coach Nate menunjukkan
kepada calon pemainnya bahwa uang itu benar-benar kucal dan kotor. Dia mengajukan
pertanyaan yang sama, pertanyaan tentang siapa yang menginginkan uang tersebut
dan beberapa diantara mereka tetap mengangkat tangannya.
“Jangan
pernah melupakan pelajaran hari ini,” kata Coach Nate. “Tidak masalah apapun
yang terjadi pada uang ini. Ini tetaplah selembar uang seratus ribu,” ia
memandangi semua yang ada di lapangan,”dalam hidup kita, seringkali kita dibuat
kucal, diinjak-injak, diperlakukan dengan buruk, atau bahkan dihina
mentah-mentah. Akan tetapi, meski mengalami semua yang pahit itu, nilai kita
tidak akan berubah.”
“Dan
kamu, Kenoy.”
“Namaku
Kenneth, Coach.”
“Oh. Ya
Kenneth. Jangan pernah merasa lagi bahwa kau tak ada nilainya. Jika kau merasa
seperti itu lagi, ikutlah les menari, jangan disini. Tidak ada tempat
sedikitpun bagi pecundang disini. Mengerti?”
Kenneth
mengangguk.
Inspired by Paulo Coelho's Book; Like The Flowing River
No comments:
Post a Comment