Friday, December 28, 2012

You're My World!


                                                                                                        

      Aku adalah siswa kelas 6 SD, dan hari ini adalah pertandingan basket pertamaku. Sudah beberapa hari tim basket kami berlatih agar kami bisa meraih kemenangan. Tentunya, kami tidak ingin membuat kecewa pelatih yang sudah bersusah payah membimbing dan melatih tim kami.
       Malam sebelumnya, aku berharap bahwa pelatih akan menunjukku sebagai pemain andalan, namun nyatanya, hari ini aku hanya duduk di bangku cadangan.
       Aku menunduk, lalu temanku berkata padaku, “Kau tahu, aku bersyukur bisa duduk disini, meski di bangku cadangan,” ia membenarkan kaos kakinya, “kata mamaku, duduk di bangku cadangan memang lebih baik daripada harus duduk di kursi roda,” ia tersenyum lebar.
       Sepanjang pertandingan, aku memandangi teman-temanku yang sedang bermain. Aku terkejut ketika melihat mama duduk di bangku penonton. Ia berteriak memanggil namaku dan melompat kegirangan demi mendukung timku.
       5 menit sebelum pertandingan berakhir, pelatih menunjukku untuk bermain. Aku mengeluh dan mengeluh. Kenapa harus 5 menit di akhir pertandingan? Apa pelatih pikir aku ini bukan pemain yang hebat?
        Tim kami pun kalah pada akhirnya. Kemudian mama memasuki lapangan dan berkata, “Kamu adalah anakku yang paling hebat. Mama bangga padamu!”
      “Bagaimana mama tahu kalau aku adalah anak yang paling hebat? Sedangkan mama sendiri belum sempat berkeliling dunia menemui anak-anak lainnya?” kataku cemberut.
    “Aku tak perlu keliling dunia, karena kamulah duniaku,” mama tersenyum padaku dan memelukku.
       

Thursday, December 27, 2012

Tidak Ada Harga Untuk Cinta


            Suatu sore yang cerah, aku berjalan menuju lapangan basket. Seperti biasanya, lapangan ini selalu ramai. Terdengar suara anak kecil yang berlarian sambil mengejar bola.  Lapangan ini memang amat luas, tak hanya lapangan basket saja, namun juga ada lapangan futsal dan tennis sehingga lapangan ini pun tak pernah sepi.
            Aku menunggu teman-temanku yang sudah berjanji untuk datang pada pukul 4 sore, tapi sekarang sudah pukul 4.30. Ah, sudahlah. Anak zaman sekarang memang aneh, janjian jam berapa, datangnya jam berapa. Aku harus benar-benar bersabar menunggu orang yang sama sekali tidak tepat waktu. Mereka tak tahu, 30 menit mereka telat, sama saja 30 menit mereka menyia-nyiakan waktuku.
Ya! They waste my time! But, I don’t take this seriously, because it’s their tradition. And it will never change.
            Aku meletakkan tasku dan bola basketku lalu duduk di bangku panjang berwarna hijau. Sesekali aku memandang pintu gerbang dan berharap teman-temanku cepat datang. Tapi mereka belum muncul juga.
            Tak lama kemudian, ada seorang anak laki-laki yang tiba-tiba berdiri di depanku.
            “Boleh aku pinjam bolanya, Kak?” kata anak laki-laki yang berumur sekitar 10 tahun.
            “Boleh, tapi kenapa kamu nggak bermain sama teman-teman kamu di sana?” tanyaku.
            “Karena jika aku bermain bersama mereka, aku tak bisa berlari secepat mereka,” ia menunduk.
            “Kenapa? Kelihatannya kamu sehat saja,” kataku penasaran.
            Ia melangkahkan kakinya dan duduk tepat di sampingku. Ia menjinjing celana panjangnya yang berwarna hitam.
            “Aku tak bisa berlari seperti mereka. Sudah 2 tahun aku memakai kaki yang terbuat dari besi ini semenjak kecelakaan tragis itu, Kak!”
            Aku memandangi kaki kirinya yang terbuat dari besi. Ia pun membenarkan kembali gulungan celananya.
            “Aku suka banget sama basket, aku berharap aku bisa memiliki sepatu sebagus milik kakak, dan memiliki bola basket seperti kakak, bahkan, kaki senormal kakak,” ia memandangku sembari tersenyum. Ia tersenyum seakan lupa tentang kakinya yang sempurna. Namun senyumannya memiliki lingkar yang sempurna.
            “Ini untukmu,” aku memberikan bola basket itu padanya.
            “Terima kasih, Kak! Nanti akan aku kembalikan.”
            “Nggak usah, simpan saja bola ini untuk kamu.”
            “Tapi aku cuma punya uang 15 ribu, Kak!” ia merogoh dompetnya dan memberikan aku uang yang dimilikinya.
            “Sudah, simpan saja. Bermainlah sepuasnya, tak perlu kamu membelinya, karena tak ada harga untuk sesuatu yang kamu cintai,” aku tersenyum memandangnya.
            “Terima kasih, Kak!” ia pun berlari kegirangan sambil mendrible bola, dan menembaknya ke ring.
            “Aku lebih memilih memberikan bolaku, daripada aku harus membeli sebuah kaki,” kataku dalam hati yang senang melihat anak laki-laki itu yang selalu ceria bermain bola basket, meski sendirian.
           

Tuesday, December 18, 2012

Injury



Aku senang memainkan bola berwarna oranye, memantulkannya langkah demi langkah kemudian melemparnya pada sebuah keranjang kehidupan. Lebay ya. Tapi, cuma anak basket yang tau betapa bahagianya ketika kami memainkan permainan ini. Aku suka saat aku menghabiskan waktu di lapangan basket untuk bermain maupun berlatih, tapi aku benci saat aku selesai bermain dan menyadari bahwa tak ada sesuatu lagi yang bisa membuatku senang.
Bermain basket selama 2-3 jam lamanya dengan teman-teman setidaknya membuat hidupku lebih berarti daripada hanya bermalas-malasan di kamar dan merenung membayangkan seseorang yang tak pernah kita miliki. Ya kan? Nah daripada galau gak jelas, mendingan main basket.
Bukan anak basket namanya kalau belum cidera. Cidera adalah hal yang tak bisa dijauhkan dari anak basket. Cidera adalah resiko. Bahkan, cidera bisa terjadi hanya karena satu kesalahan kecil.
Aku pernah cidera hanya karena posisi kakiku tidak berdiri dengan tepat saat usai melompat. Terasa suara “KLEK!!” di lutuku. Sepanjang pertandingan memang tak terasa, namun malam harinya, rasa sakit itu membuatku tak berdaya.
Masalahnya, keesokan harinya aku ada UAS, jadi mau tak mau, meski sakit aku harus menuju kampus untuk mengikuti UAS, ya daripada ngulangin lagi tahun depan. Dengan niat dan tekad semangat cetar membahana ulala halilintar badai, aku pun berangkat ke kampus.  Untuk berjalan memang tak seberapa, namun untuk menaiki tangga?
Aku menarik nafas dalam-dalam dan memulai langkahku menaiki tangga. Hingga aku mencapai lantai 3, tiba-tiba sepatuku terlepas dan jatuh ke lantai dua. Ah, mengapa hal yang sulit terjadi dalam situasi yang sulit?
Aku sudah telat memasuki kelas, aku hanya berpikir apakah aku menuruni tangga menahan rasa sakit di kakiku dan mengambil sepatu lalu telat, ataukah aku membiarkan sepatu itu dan memasuki kelas?
“Sepatu ini punya kamu?” kata seseorang yang mengagetkanku. Dia adalah teman sekelasku.
“Iya, thanks ya,” jawabku.
“Sini aku pakein,” ia menunduk tepat di depanku.
“Nggak usah! Nggak usah!” kataku menolak.
Dia mengendorkan tali sepatu dan memasukkan kakiku ke dalamnya lalu mengencangkan ikatan sepatu itu lagi.
“Nggak usah sungkan, aku seperti ini karena dulu aku pernah pincang sepertimu, lalu ada  seseorang yang dengan senang hati membantuku,” katanya sambil membersihkan debu di sepatuku dan berdiri tersenyum menatapku. Kemudian ia membantuku berjalan menuju kelas.



Tuesday, December 11, 2012

"Basketball Movies"


 Akhir-akhir ini banyak yang nanya, "Min film basket judulnya apa aja sih?"
"Min film basket yang bagus apa aja yak?"
"Min uda punya pacar belum?"
*keplak*

    Oke, daripada kalian mati penasaran tentang film basket, nih aku kasih list filmnya dan urutan tahun rilisnya.

Kalau ada film yang pernah kalian tonton dan nggak masuk ke list, mohon koment ya.

BASKETBALL MOVIES
1. Thunderstruck  2012
2. Frontier Boys     2012      
3. Hurricane Seasons   2009
4. The  Mighty Macs  2009
5. Amazing  2011
6.  Just Wright       2010      
7.  Breaking the Press    2010
8.  Streetballers    2009
9.  Semi-Pro         2008
10. Kungfu Dunk  2008 
11. Home of the Giants     2007
12.  Like Mike 2: Streetball 2006
13. Crossover          2009
14. Church Ball        2006
15.  Glory Road        2006      
16.  Believe In Me  2006      
17. Rebound           2005      
18. Coach Carter    2005      
19.  Guarding Eddy                   2004   
20.  Double Teamed              2002      
21.  The Red Sneakers          2002      
22.  Like Mike           2002      
23.  A Season On The Brink    2002      
24. Double Team 2002
25.  Luck of the Irish     2001      
26.  O           2001      
27.  Love & Basketball     2000      
28.  Finding Forrester      2000      
29.  Passing Glory   1999      
30.  He Got Game  1998      
31. The Sixth Man    1997   
32. Rebound: The Legend of Earl 'The Goat' Manigault         1996      
33. Celtic Pride       1996      
34.  Eddie   1996      
35.  Space Jam         1996      
36.  Sunset Park      1996      
37.  Basketball Diaries           1995      
38. Slamdunk Ernest    1995
39.  Annie-O             1996
40.  Blue Chips         1994      
41.  Above the Rim                1994      
42.  Air Up There    1994      
43. Hoop Dreams    1994
44.  White Men Can't Jump                1992      
45.  Pistol: The Birth Of A Legend    1991      
46.  Heaven is a Playground               1991      
47.  Hoosiers            1986      
48.  Teen Wolf         1985
49.  Fast Break         1979      
50.  The Fish That Saved Pittsburgh                1979      
51.  One on One     1977
52.  The Game Time 2011
53.  Hot Shot 2008

   Banyak banget men! Ada 53 film basket ternyata. Kira-kira film mana aja yang uda kamu tonton?
   Kalau aku sendiri cuma nonton Hurricane Seasons, Mighty Macs, Coach Carter, Glory Road, sama Kungfu Dunk. Sebenernya dari kelima film yang uda aku tonton itu ada film yang menurutku bagus, dan ada film yang menurutku kurang bagus.
   Hurricane Seasons dan Coach Carter adalah daftar film basket yang wajib ditonton! kedua-duanya bertema tentang sekolah dan pendidikan. Di kedua film tersebut, pelatih, pemain dan pihak sekolah sama-sama menonjol sebagai penyedap alur film. Sedangkan film seperti Mighty Macs, nggak ada pemain yang nonjol, cuma berkisah tentang pelatihnya. dan yang lain? Tonton sendiri aja ya kakak :p
   Film basket berjudul Hoosiers kayaknya banyak banget yang bilang bagus, tapi aku belum nonton. yah, semoga ditayangin di tipi biar gak susah-susah nyari kasetnya. *teteup pecinta gratisan*
  Jadi daripada liburan semester galau stalking twitter mantan mulu, mending ngabisin waktu buat main basket dan nonton film basket. Selain terhibur, aku jamin pasti termotivasi juga.

Saturday, December 8, 2012

Keberuntungan



           Jessie, cewek culun yang hatinya tergerak untuk mengikuti ekskul basket meskipun ia sama sekali gak bisa drible. Yah, walau dia tau bahwa dirinya itu tolol, dia ngebet pengen bisa main basket. Dia pengen ngebuktiin kalau kutu buku juga bisa main basket.
           Suatu hari, Jessie sedang liburan ke Bromo bareng temen-temen basketnya selama tiga hari. Sepanjang perjalanan, bahkan di makan malam pun, Jes dibully karena gak punya kemampuan apa-apa di basket. *puk puk*
           Pagi hari ketika ia menyiapkan diri untuk sarapan di villa, ia mendengar langit gemerusuk. Kilat dan angin kencang turut mewarnai hujan hari itu.
           "Ya ampun jemuran belum dimasukin," kata Jessie. Ia pun lari ke halaman belakang dan mulai mengambil jemurannya yg sudah basah.
           Gara-gara ngambil jemuran itu, badannya basah tersiram hujan yang mengeroyok badannya. Karena kilat dan langit terlihat mengerikan, Ia kembali ke kamar.
           Ia mengganti pakaiannya dan mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ketika dia menutup jendela, ia melihat petir yangg menyambar. Petir itu menyambar kaos kaki merk Nike miliknya yg belum ia ambil di tempat jemuran.
           Ia mengucek matanya yangg terbelalak melihat petir di depan matanya. Kilauan biru itu belum hilang dari matanya hingga ia terus menerus memejamkan mata dan membuka matanya kembali ketika ia merasa bahwa penglihatannya mulai normal.
           Hujan pun reda, langit mulai terang dan Jes mengambil kaos kaki itu.
           Kaos kaki warna hitam itu bahkan tak lecet sedikitpun. Masih terdapat kilatan-kilatan listrik di sepasang kaos kaki miliknya.
           Ia mulai berpikir...
           Ia mulai berpikir bahwa kaos kaki itu memiliki kekuatan super layaknya di film Like Mike. Jessie pun meletakkan kaos kaki itu ke dalam tasnya dan berkemas untuk pulang.
           Saat perjalanan pulang, Jes duduk di bangku paling depan sambil mengacuhkan kakak kelas yang selalu ngebully dia. Ia selalu mengeraskan musik di headphone-nya ketika ia merasa bahwa orang-orang di belakangnya sedang membicarakannya.
           Semenjak hari itu ia selalu memakai kaos kaki ajaib itu tiap berlatih. Setelah beberapa hari kemudian saat latihan, tiba-tiba datanglah sekelompok geng girlband, Voni dan empat temannya.
           “Heh, kuda cupu! Kalau lo bisa masukin bola ini dari garis freethrow satu kaliiii aja, gue bakal ngasih sepatu gue yang harganya dua juta ini ke elo!" kata Voni sambil menertawakan Jessie.
           Jessie tertegun memandang keangkuhan Voni.
           "Kenapa diem aja? Takut?" bentak Voni.
           "Coba aja gih, siapa tau lagi mujur. Kalau kagak nyobain, mereka pasti ngeremehin kamu terus," bisik Lulu, point guard yang duduk di sebelah Jessie.
           Akhirnya Jessie melangkah mengambil bola, dia mencoba untuk melakukan freethrow.
           “Inget ya pesan aku, fokus ke ring. Jangan dengerin mereka. Kamu harus yakin kalau kamu bisa,” bisik Lulu pada Jessie.
           Jessie menghela napas. Ia mulai menembak dan bola itu masuk dengan mulusnya…
           "HAH! Gimana bisa tu cewek kutu buku masukin bola?" Voni terbelalak melihat Jessie yang berhasil.
           Jessi tersenyum. Semua orang yang sedang berada di pinggir lapangan seakan tak percaya.
           Ia membalikkan badannya dan berjalan menuju Voni, "Gue ga bakal minta sepatu lo, gue cuma minta lo diem! Jangan remehin gue!"
           "Di basket, gue gak butuh sepatu semahal yg lo pake. Di basket, gue cuma butuh respect, selama ini kalian ngeremehin gue! Gue udah muak!" lanjut Jessie.
           Voni terdiam mendengar ucapan Jessie. Baru kali ini Jessie bisa semarah itu.
           "Gue emang bodoh, gue emang gak bisa main basket. tapi gue pengen berusaha. itu aja!" eluh Jessie sambil menatap kakak kelasnya.
           Jessie meninggalkan mereka dan kembali duduk di pinggir lapangan.
           Di satu sisi Jessie senang atas keajaiban yang terjadi padanya. Tapi di sisi lain ia bingung tentang alasan apa yang membuatnya sehebat itu. Padahal mendrible bola saja dia belum becus, passing saja belum benar, apalagi melakukan tembakan dari freethrow?
           Sesaat itu ia tersenyum karena keajaiban dari kaos kaki itu yg membuatnya hebat.
           Ketika berjalan menuju toilet, ia menyadari bahwa hari ini ia tidak mengenakan kaos kaki yang ia anggap ajaib itu.
           Lalu darimana datangnya keajaiban itu?
           "Gue uda nyangka kalau lo bisa ngelakuin hal tadi. Gue tau, jauh di hati lo yg paling dalam, lo adalah pemain hebat," kata Lulu memuji Jessie
           "Mungkin hari ini adalah keberuntungan bagi lo, Jes. Tapi lo gak bisa ngandelin keberuntungan ini selamanya. Keberuntungan ngebuat lo menang hari ini, tapi untuk bertahan selamanya, lo butuh kerja keras," pungkas Lulu sambil menatap Jessie dengan penuh bangga.
           Jes mengangguk, ia kembali ke lapangan untuk meyakinkan dirinya. Ia melakukan tembakan freethrow dan...
           Dan benar..
           Tembakan itu meleset…
           Jessie yakin, tak ada hal yang bernama kaos kaki ajaib. Keburuntungan itu menyelamatkan harga dirinya hari ini. Namun ia percaya bahwa keberuntungan bukanlah hal yang kekal, ia butuh kerja keras dalam berlatih, bukan keburuntungan.



Jadilah Yang Terbaik!




“Aku ingin rajin latihan, aku ingin menjadi pemenang seperti mereka dan merasakan mengangkat piala bersama-sama dengan tangisan haru! Aku sudah optimis, aku harus rajin latihan!” Begitulah kata seseorang setelah melihat kemeriahan pertandingan final basket. Final yang begitu megah dengan teriakan supporter yang menggelegar. Aku sendiri merinding berada di arena pertandingan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kita semua ingin menjadi pemenang. Tapi bagiku, menjadi yang terbaik adalah hal yang lebih penting daripada sekedar menjadi pemenangan. Batin ikut bergejolak ketika ada semangat dan optimisme untuk melakukan yang terbaik. Eits, tapi terkadang rasa optimis itu hanya bertahan beberapa hari saja sebelum rasa malas menghantui. Melawan rasa malas inilah hal yang paling susah untuk dilakukan!
Hari pertama, “Pokoknya aku pengen rajin latihan!”
Hari kedua, “Latihan nggak ya? Males banget nih.”
Hari ketiga, “Maaf aku lagi di bla bla bla jadi nggak bisa ikut latihan.”
Hari keempat, “Maaf aku lagi ada bla bla bla nggak bisa ikut latihan.”
Hari kelima, Hening. 


Jika kamu tidak bisa melawan rasa malas, sesungguhnya kamu mengulur waktu untuk menjadi pemenang. Sebelum kamu melawan musuh dilapangan, lawanlah rasa malasmu terlebih dahulu!
Lalu bagaimana cara untuk melawan rasa malas?
Cara terbaik melawan rasa malas adalah dengan membiasakan diri untuk tidak malas.
“Simpel kan?”
“Kalau gitu mah, nenek kutilan juga tau! Lawas!”
“Iya nenek kutilan memang tau, tapi kamu belum tahu kan? Makanya simak lebih lanjut.” :p
Oke, aku ulangi.
Cara terbaik melawan rasa malas adalah dengan membiasakan diri untuk tidak malas.
Kenapa kita malas? Karena kita sudah terbiasa dengan hidup bermalas-malasan!
Kenapa kita bermalas-malasan? Karena kita tidak memiliki target hidup.
Kalau kita memiliki target hidup, kenapa kita juga tetap kalah? Karena saat kalah, kalian bisa belajar seribu hal lebih banyak daripada saat menang. Kekalahan mengajarkan kita bagaimana cara untuk menjadi lebih baik, kekalahan mengajarkan kita bagaimana cara untuk tidak kalah lagi.
“Lalu bagaimana cara agar kita tidak kalah? “
“Caranya ialah dengan mengalahkan lawan kalian!”
“Caranya?”
“Dengan melakukan yang terbaik.
Mereka yang terbaik selalu punya banyak cara untuk menang. Ketika mereka kalah, mereka punya banyak jalan untuk bangkit kembali. Mereka tidak punya alasan untuk menyerah. 

Mereka yang terbaik memiliki jam latihan lebih banyak daripada mereka yang biasa-biasa saja. Tanya saja pada mereka yang meraih gelar juara. Mereka berlatih hampir setiap hari. Mereka selalu ingin berlatih, mereka sedang dalam proses kerja keras. Tidak ada hal yang membuat mereka malas berlatih. Ini karena komitmen mereka, komitmen untuk menjadi yang terbaik.

Mereka yang terbaik selalu melihat kesempatan dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Mereka yang terbaik selalu berjuang untuk lebih lebih baik. Setiap hari, setiap jam, setiap detik, setiap menit adalah kesempatan bagi mereka yang terbaik. Mereka tidak menia-nyiakannya.

Mereka yang terbaik ialah mereka yang mencintai apa yang ia lakukan. Mereka yang terbaik adalah mereka yang senantiasa belajar seumur hidup karena mereka tidak pernah merasa puas akan kemampuan yang dimilikinya, dan tidak pernah merasa puas atas pencapaian yang diraihnya. Terkadang, hal yang paling aku takutkan bukanlah kegagalan, namun hal yang aku takutkan adalah kemenangan. Aku takut jika aku menang, aku akan berpuas diri dan berhenti berlatih. Itu sebabnya aku lebih memilih menjadi yang terbaik, karena untuk menjadi yang terbaik, aku akan belajar seumur hidupku meski belajar dari hal-hal kecil sekalipun. Maka jadilah yang terbaik dan percayalah suatu saat nanti kamu akan menginjakkan kaki sebagai pemenang dilapangan yang megah ini!”
Suatu saat akan ada seseorang yang menyapamu dan berkata, "Hai, kamu ini pemain basket terbaik tahun ini bukan?"
Kemudian ada saat dimana orang tuamu berkata, "Lihatlah di koran hari ini, ini anakku! Aku bangga dengannya!"
Mari melakukan yang terbaik.